Sinopsis Cinderella's Sister Episode 5
"Aku akan menjemput Kakak dan mengantarnya pulang." kata Hyo Seon di telepon.
"Kau akan habis." kata suara di seberang saluran, Paman Hyo Seon. "Ayahmu sangat marah.""Aku mengerti." kata Hyo Seon kesal. "Karena itulah aku membawanya pulang agar bisa bersembunyi dibelakangnya."
Hyo Seon turun dari mobilnya dan melihat Eun Jo masuk ke ruang pameran lukisan.
"Kenapa kau kesini?" tanya Eun Jo.
"Aku datang untuk melihat lukisan." jawab Hyo Seon. "Kau tidak tahu kalau disini ada pameran lukisan? Aku tahu dari Kak Ki Hoon."
"Apa katamu?"
"Kau tidak tahu? Kami sedang berpacaran. Kak Ki Hoon... dan aku." kata Hyo Seon. Ia melihat Eun Jo, yang terlihat acuh. "Kenapa? Apa aku kelihatan sedang berbohong?"
Tanpa mengatakan apapun. Eun Jo berjalan untuk melihat lukisan yang lainnya.
"Kau tidak tahu aku dan Kak Ki Hoon sedang berpacaran?" tanya Hyo Seon. "Kelihatannya kau sama sekali tidak berkomunikasi dengannya."
Eun Jo tidak mengatakan apapun. Hyo Seon menoleh dan melihat Eun Jo tertidur.
"Aku tahu ia ingin bertanya." pikir Hyo Seon dalam hatinya. "Tapi dia berpura-pura tidur. Jika ia bertanya padaku, aku akan langsung menceritakan segalanya padanya."
Hyo Seon menghentikan mobilnya dengan mendadak sehingga Eun Jo terbangun.
"Sebbelum sampai rumah, aku ingin mengatakan sesuatu." kata Hyo Seon. Eun Jo mengernyit marah, dan memejamkan matanya lagi. "Aku menghabiskan banyak dari kartu kreditku. Ayah sangat marah padaku. Bisakah kau membelaku?"
"Apa?" tanya Eun Jo.
"Kakak, bisakah kau membelaku?" tanya Hyo Seon.
"Seberapa banyak yang kau habiskan?"
"Tidak tahu." jawab Hyo Seon acuh. "Sepertinya cukup banyak. Aku harus berhenti karena sudah mencapai limit."
"Apa yang kau lakukan hingga mennghabiskan sebanyak itu?" tanya Eun Jo lagi.
"Di dunia ini banyak sekali sesuatu yang cantik." jawab Eun Jo.
"Jadi, kau membeli sesuatu yang cantik sampai mencapai limit?"
Hyo Seon mulai kesal. "Itu bukan hanya barang-barangku. AKu juga membelinya untuk ibu dan kau..."
"Cukup." potong Eun Jo. "Aku sama sekali tidak berniat membantu menyelesaikan masalahmu. Cepat jalankan mobilnya."
"Apa yang hebat dari dirimu hingga kau berlagak sempurna?" tanya Hyo Seon sinis.
Eun Jo menatap Hyo Seon sekilas, dan tanpa mengatakan apa-apa, turun dari mobil itu.
Hyo Seon turun dari mobil dan memanggil Eun Jo. "Berhenti!" teriaknya.
Eun Jo tetap berjalan dengan acuh. Hyo Seon mengejarnya. "Kau tidak mendengar apa yang kukatakan?"
Eun Jo menghempaskan tangan Hyo Seon."Lepaskan aku dan bicara."
"Ayah sedang menungguku dengan tongkat. Apa kau akan membiarkan aku dipukul?" tanya Hyo Seon.
"Apa cita-citamu? Apa rencanamu untuk masa depan?" tanya Eun Jo. "Kau tidak memiliki rencana atau ambisi?"
"Jika aku punya, apa kau ingin tahu?" tanya Hyo Seon. "Apa kau bertanya padaku karena ingin tahu? Tidak! Kau hanya ingin menjadi Nona Sempurna dan ingin menghentakkan kaki padaku, bukan?"
"Apa kau ingin terus menari balet?" tanya Eun Jo.
"Aku tidak akan ikut audisi jika tidak ingin terus menari!" seru Hyo Seon emosi.
"Lalu kenapa kau selalu jatuh?" tanya Eun Jo. "Kenapa kau tidak pernah terpilih walaupun hanya sekali? Apa kau pernah berlatih dengan seluruh usahamu?"
"Tentu saja!" teriak Hyo Seon.
"Lalu kenapa kakimu masih bersih dan mulus?" tanya Eun Jo tajam, membuat Hyo Seon terdiam. "Penari ballet jatuh berulang kali. Tapi kenapa kakimu seperti tidak pernah terbaret? Kau tidak berlatih, bukan? Sebenarnya kau tidak ingin manari ballet, bukan? Kau tidak punya cita-cita, bukan? Kau tidak punya rencana atau tujuan, bukan? Satu-satunya hal yang kau tahu hanyalah menggunakan kartu kredit dan menghabiskan uang keluargamu."
"Apa kau sudah selesai bicara?" Hyo Seon berkata dengan mata berkaca-kaca.
"Jangan menangis di depanku." kata Eun Jo sinis. "Itu sangat mengganggu."
Hyo Seon dibawa ke ruang belajar dan dihukum oleh Dae Sung. Kang Sook membantunya dan menyuruh Hyo Seon lari. Ia merayu Dae Sung dengan air matanya, seperti biasa. Dae Sung luluh. Tapi, Kang Sook malah membuka kesalahan Hyo Seon yang lebih besar.
"Memakai kartu kredit hanya salah satu hal yang ia lakukan, tapi ia sering sekali tidak pulang sampai tengah malam." kata Kang Sook. "Aku penasaran apa yang ia lakukan."
"Apa? Tengah malam?" tanya Dae Sung, marah lagi.
"Dia sudah dewasa, jadi memiliki satu atau dua pacar adalah hal yang normal." kata Kang Sook, antara membela tidak membela. "Kelihatannya ia memiliki lebih dari satu atau dua pacar."
Dae Sung berteriak marah. "Apa?!"
"Jangan berteriak." kata Kang Sook. "Tidak semua wanita memiliki integritas seperti Eun Jo."
"Tengah malam?! Lebih dari satu dan dua pacar?!" teriak Dae Sung, hampir meledak.
Kang Sook berjanji akan bicara dan memperbaiki sifat buruk Hyo Seon. Tanpa mereka ketahui, Hyo Seon mendengar pembicaraan mereka dari luar.
Eun Jo duduk diam di kamarnya, teringat perkataan Hyo Seon bahwa ia dan Ki Hoon berpacaran. Ia membuka lemari untuk mengambil pakaiannya, namun terdiam ketika melihat tasnya.
Teringat masa lalu ketika ia mencoba pergi dari rumah itu setelah kepergian Ki Hoon. Dae Sung melihatnya.
"Aku tidak tahu, tapi entah kenapa aku selalu merasa bahwa kau akan menghilang begitu saja." kata Dae Sung. "Aku tahu kau dekat dengan Ki Hoon. Setelah kepergiannya, kau adalah orang yang paling kucemaskan."
"Tolong izinkan aku pergi." pinta Eun Jo, menangis.
"Aku tidak bisa." jawab Dae Sung.
"Aku akan pergi. Jika kau tidak membiarkan aku pergi sekarang, ketika pergi ke sekolah besok atau saat matahari terbit, aku akan tetap pergi."
"Aku akan membiarkanmu pergi setelah aku yakin bahwa aku tidak perlu mencemaskanmu lagi." kata Dae Sung. "Aku berjanji. Aku selalu menepati janji yang kubuat. Ketika aku berkata aku mencemaskanmu, apa kau tidak percaya? Ketika aku berjanji, kau tidak percaya juga? Mulai saat ini, akulah alasan kenapa kau harus tetap tinggal di rumah ini. Percayalah padaku."
Dae Sung mengambil tas Eun Jo dan merangkulnya kembali ke rumah.
Eun Jo mengemukakan rencananya untuk mencari orang yang kompeten dalam bidang marketing sehingga ia bisa lebih fokus untuk melakukan penelitian pada ragi. Ia ingin mengembangkan usaha Anggur Dae Sung.
"Aku tidak punya keinginan untuk mengembangkan perusahaan." kata Dae Sung.
"Lalu kau butuh aku untuk apa?" tanya Eun Jo. "Bukankah kau ingin aku mempelajari mikrobiologi agar bisa melakukan tugas itu? Tidak perlu mikrobiologi jika yang kau inginkan hanyalah fermentasi dalam botol."
Dae Sung tertawa.
"Aku juga membelikanmu satu." bisik Hyo Seon.
Kang Sook sangat senang. Selain itu, ia juga meminta beberapa tas Hyo Seon. Dengan senang hati, Hyo Seon memberikan apa yang diinginkan Kang Sook.
Mendadak ia mendengar Hyo Seon sedang bicara dengan seseorang di telepon, lalu mengintipnya.
"Kau akan masuk?" tanya Hyo Seon. "Sekarang?"
Hyo Seon pergi keluar untuk menemui seorang pria. Pria itu sangat cemas dan takut kalau Hyo Seon marah.
"Kenapa kau menghindari teleponku?" tanya pria itu. "Apa aku melakukan kesalahan? Kau pikir aku datang jauh-jauh dari Seoul untuk menerima sikapmu yang sangat dingin?"
Hyo Seon kesal, tapi berusaha menutupinya. Ia tersenyum pada pria itu. "Aku mengerti. Kak Hyung Ku, kau harus pulang."
"Apa? Ban mobilmu bermasalah? Memangnya apa hubungannya denganku?!" Hyo Seon berkata kesal, tapi kemudian mencoba bersabar. "Kau bisa berjalan menuju stasiun kereta bukan?"
Setelah Hyo Seon masuk ke dalam rumah, Eun Jo bergegas pergi untuk mengejar laki-laki itu. Ia pikir Hyung Ku adalah Ki Hoon.
Ia mencari ke stasiun kereta dan ke bengkel mobil, namun tidak bisa menemukan Ki Hoon.
Hari itu, Ki Hoon kembali ke Korea dan langsung menemui ayahnya, Presiden Hong.
"Apa ini sudah 6 tahun?" tanya Presiden Hong.
"8 tahun." kata Ki Hoon dingin, tanpa memandang ayahnya.
"Ki Jung bekerja dengan sangat baik. Kau harus berhati-hati dengannya." kata Presiden Hong. "Ia menarik semua orangku. Kini, tidak ada lagi orang yang berdiri dipihakku."
Ki Jung pandai membuat orang lain berada di pihaknya.
Ki Hoon menyerahkan sebuah dokumen pada ayahnya. "Ini yang kita bicarakan di telepon kita yang terakhir."
Presiden Hong menerima dokumen itu dan meletakkannya di meja. Ki Hoon bingung.
"Ada sebuah masalah yang lebih penting dari ini." kata Presiden Hong. "Karena itulah aku memanggilmu kembali."
Ki Hoon menginap di hotel. Di sebuah majalah, ia melihat Dae Sung dan Eun Jo di sebuah artikel mengenai Perusahaan Anggur Dae Sung.
Dengan ragu, Ki Hoon meraih telepon.
Ketika Joon Soo sedang bertengkar dan membuat temannya menangis, seorang pria datang.
"Kau tinggal di rumah ini?" tanya pria itu.
"Siapa kau?" tanya Joon Soo.
Rupanya pria itu adalah Han Jung Woo.
"Aku adalah Han Jung Woo, orang yang dipanggil untuk bekerja selama enam bulan!" teriak Jung Woo dengan lantang layaknya tentara seraya memberi hormat. Paman Hyo Seon menutup telinganya.
"Masuklah ke dalam."
"Siap, Pak!"
Jung Woo masuk dan melihat Eun Jo sedang menjelaskan segala sesuatu di pabrik itu pada para pengusaha. Jung Woo tersenyum tipis dan berjalan mengikutinya.
Eun Jo membawa para pengusaha itu ke ruang penyimpanan anggur dan menyuruh mereka mendengarkan suaranya. Eun Jo terdiam karena merasakan sesuatu. Matanya menjadi berkaca-kaca.
Dae Sung menepuk pundak Eun Jo pelan dan menyuruhnya mengantar para pengusaha itu ke ruang ragi. Eun Jo berjalan melewati Jung Woo, namun tidak mengenalinya.
Hyo Seon ikut audisi menari balet, namun ia terjatuh. Lagi-lagi terjatuh.
"Biar aku mencobanya lagi." pinta Hyo Seon pada para juri.
"Kami sudah melihat. Kau boleh pergi." kata Juri.
Tanpa memedulikan kata-kata juri, ia terus menari dan terjatuh lagi. Hyo Seon teringat kata-kata Eun Jo. "Apa kau tidak punya cita-cita? Kau tidak memiliki rencana dan tujuan, bukan?"
Hyo Seon menangis. "Aku bisa mulai membuat rencana sekarang." katanya.
"Ada apa, ibu?" tanya Hyo Seon. "Kau seperti bertengkar dengan seseorang. Kau bertengkar dengan kakak?"
Kang Sook berbohong. "Ah, Ya." jawabnya.
Dae Sung menjadi cemas. "Bagaimana bisa kau berpikir itu sebagai hutang?" tanyanya.
Tapi keputusan Eun Jo sudah bulat, Dae Sung tidak bisa berbuat dan berkata apa-apa.
Eun Jo berjalan keluar. Di sana, ia berpapasan dengan Jung Woo yang sedang menangkat kayu. Eun Jo bergeser ke kiri untuk menghindarinya, tapi Jung Woo malah ikut ke kiri. Eun Jo bergeser ke kanan dan Jung Woo ikut ke kanan.
"Kau jalan duluan." kata Eun Jo datar.
Jung Woo meletakkan kayunya dan membiarkan Eun Jo lewat.
"Aku menepati janjiku." katanya. "Kau tidak mengenaliku?"
Eun Jo berbalik.
Di pihak lain, Hyo Seon terkejut melihat pria di hadapannya. Ki Hoon.
"Kak Ki Hoon?" gumam Hyo Seon.
Ki Hoon tersenyum. "Kau masih mengenaliku."
Hyo Seon berlari memeluk Ki Hoon.
"Tu... tunggu..." gumam Jung Woo. Ia mengejar Eun Jo. "Ini aku! Jung Woo!"
"Kau salah orang." kata Eun Jo. "Kau pekerja baru yang direkrut oleh Paman Hyo Seon, Manajer Yang, bukan? Kau mencari Hyo Seon? Dia ada di dalam rumah saat ini."
"Ini aku, Jung Woo!" seru Jung Woo. "Jung Woo yang hidup dengan Tuan Jang berambut!"
Eun Jo diam. Ia memandang lurus ke depan.
Jung Woo menoleh pada apa yang dilihat Eun Jo. Hyo Seon dan sedang berjalan bersama dengan Ki Hoon.
"Aku kenal wajah itu." kata Ki Hoon, menatap Eun Jo. "Kau Kakak Hyo Seon, bukan? Apa kau ingat aku?"
Eun Jo hanya diam, melihat Ki Hoon tanpa berkedip.
"Kakak, kau tidak ingat Kak Ki Hoon?" tanya Hyo Seon.
Eun Jo tetap diam dan tidak bergerak sedikitpun. Setelah beberapa saat, akhirnya ia berkata, "Halo."
"Ya... halo..." balas Ki Hoon.
Hyo Seon mengajak Ki Hoon masuk ke rumah untuk menemui ayahnya. Eun Jo berjalan lagi.
Mengetahui Ki Hoon berasal dari Angkatan Laut, Jung Woo memberi hormat padanya.
Rupanya Ki Hoon datang untuk melamar pekerjaan. Setelah menelepon dua kandidat sebelumnya, yang ternyata sudah mendapat pekerjaan lain, akhirnya Eun Jo terpaksa mewawancarai Ki Hoon.
"Pendidikan dan pengalamanmu sangat bagus." kata Eun Jo. "Kenapa kau ingin bekerja di tempat seperti ini? Apakah ini hanya akan menjadi pemberhentian sementara sebelum kau menemukan pekerjaan yang lebih baik?"
"Itu tidak akan terjadi." kata Ki Hoon, menatap Eun Jo. "Aku akan bekerja dengan sangat keras hingga kau tidak akan mau kehilangan aku. Jika kelihatannya aku ingin pergi, kau akan memperlakukan aku dengan lebih baik."
Dae Sung melirik mereka berdua.
"Aku sudah pernah hidup disini sebelumnya dan aku sangat menyukainya." tambah Ki Hoon.
"Berapa lama kau menyelesaikan wajib militer?" tanya Eun Jo. "Apakah selama itu, kau tidak pernah...."
"Aku selalu kembali setiap hari libur." jawab Ki Hoon.
Eun Jo kelihatan sangat terpukul mendengarnya.
Hyo Seon duduk di tepi sungai dan menelepon tempat audisinya. Ia gagal lagi.
"Kau gagal?" tanya Ki Hoon, berjalan mendekati dan duduk di sampingnya. "Apa kau sedih?"
Hyo Seon menunduk.
"Tidak apa-apa." hibur Ki Hoon seraya mengusap rambut Hyo Seon. "Masih banyak hal yang menyenangkan yang bisa dilakukan di dunia ini."
"Kakak, kemana saja kau selama ini hingga tidak pernah kembali sampai sekarang?" tanya Hyo Seon. "Aku senang melihatmu."
"Kenapa kau ingin menangis?" tanya Ki Hoon.
"Aku tidak punya cita-cita, tidak punya rencana dan tidak punya tujuan. Bisakah seseorang sepertiku memiliki hidup yang menyenangkan?" tanya Hyo Seon sedih. "Kakak, katakan sesuatu yang bisa kupercaya seperti saat aku percaya bahwa bulan itu kotak."
"Saat ka menjalani hidupmu dengan senang, maka kau akan menemukan impianmu." kata Ki Hoon. "Kau akan menemukan tujuanmu dan membuat rencana untuk menggapainya."
Hyo Seon bersandar di bahu Ki Hoon. "Kakak milikku, kenapa kau tidak pernah datang? Kau sangat jahat."
Ketika Eun Jo lewat, ia melihat mereka.
Eun Jo menyuruhnya memperkirakan jumlah biaya yang dibutuhkan dan membuat laporan, lalu menyerahkan semua itu padanya.
Eun Jo meminta Hyo Seon berlaku layaknya model iklan.
"Minumlah, tapi dengan label yang menghadap depan." kata Eun Jo.
"Jika kau membuatku melakukan ini tanpa alasan yang bagus, kau akan mati." kata Hyo Seon kesal. Ia meminumnya. "Enak." katanya.
Eun Jo memotret Hyo Seon.
"Kenapa kau melakukan ini?" tanya Hyo Seon.
"Kau cukup cantik." kata Eun Jo.
Hyo Seon bingung. "Hah? Apa katanya?"
Karena penasaran. Hyo Seon mengejar Eun Jo. "Apa katamu? Tolong katakan sekali lagi. Kau bilang aku cantik, bukan? Kakak, kau berkata itu dari mulutmu sendiri, bukan?"
"Ini bukan pertama kali kau mendengarnya." kata Eun Jo. "Ibu bilang beratus-ratus kali setiap hari. Semua orang di keluarga kita dan di Perusahaan Dae Sung berpikir kau cantik. Joon Soo juga bilang Kakak kecil yang paling cantik. Mungkin pacarmu juga berpendapat sama. Pulanglah dan jangan ganggu aku."
Hyo Seon memegang wajahnya, kemudian tersenyum senang.
Ki Hoon menyerahkan laporan perkiraan biaya, tapi Eun Jo memintanya membuat lagi dengan mengurangi biaya agen, model, naskah dan direktor. Ia meminta Ki Hoon menambahkan biaya untuk fotografer dan poster karena menurutnya itulah yang paling penting.
Ki Hoon mendengarkan. "Kau tidak ingin mengatakan hal lain padaku?" tanyanya.
"Sudah cukup. Kau boleh pergi." kata Eun Jo acuh.
"Benarkah tidak ada?" tanya Ki Hoon lagi. "Baiklah. Aku pergi sekarang."
Beberapa saat kemudian, Paman Hyo Seon datang lagi tanpa gentong anggur. Jung Woo agak bingung.
Dae Sung memerintahkan Hyo Seon bekerja kembali di Perusahaan Anggur Dae Sung.
Kang Sook tiba rumah saat hari sudah gelap. Dae Sung keluar tiba-tiba. Ia menceritakan bahwa teman Hyo Seon menelepon dan mengatakan bahwa putrinya itu minum hingga mabuk.
"Ki Hoon dan Eun Jo sedang pergi menjemputnya." kata Dae Sung.
Kang Sook menarik napas panjang. "Aku juga baru saja bertemu dengan teman Hyo Seon." katanya berbohong. "Ayo kita bicara di dalam."
Di dalam mobil, Ki Hoon menyalakan musik klasik. "Ini Jung Kyung Ah." katanya. "Apa ada sesuatu yang kau ingat?"
Eun Jo tidak menjawab dan memejamkan mata.
"Kau benar-benar tidak ingin mengatakan apapun padaku?" tanya Ki Hoon.
Eun Jo diam.
Ki Hoon menarik tangan Eun Jo dan mengajaknya keluar gerbang. "Kau berpura-pura tidak mengenalku?"
"Apa aku berpura-pura tidak mengenalmu?" Eun Jo bertanya balik.
"Jika tidak..."
"Tutup mulutmu!" kata Eun Jo sinis. "Brengsek! Apa artinya Hyo Seon bagimu dan apa artinya aku? Mulanya aku tidak tahu kalau kau seorang pria brengsek, tapi sekarang aku tahu."
"Bukan." kata Ki Hoon. "Bukan Hyo Seon. Itu tidak benar."
"Apa Hyo Seon tahu bahwa itu tidak benar?" tanya Eun Jo dingin.
"Itu tidak benar!" seru Ki Hoon.
"Kau dipecat." kata Eun Jo. "Jangan pernah berpikir untuk menginjakkan kaki lagi di tempat ini." Eun Jo berjalan pergi meninggalkan Ki Hoon.
"Eun Jo-ah!" panggil Ki Hoon.
Eun Jo berhenti berjalan.
"Eun Jo-ah." panggil Ki Hoon lagi. "Eun Jo-ah."
Eun Jo menangis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar